Legowo & Partners

Menyoal Sumpah Advokat, Seharusnya Bukanlah Elemen Konstitutif (Ketentuan Hukum) Melainkan Hanya Bersifat Seremonial

In Uncategorized on September 25, 2010 at 7:00 pm

Amstrong Sembiring Kamis, 23 Sep ’10 05:29,

Orang bicara begini, orang bicara begitu, semua orang jadi korban, repotnya dunia hukum, memang semakin jelas dan sulit dibantah apabila ada anggapan bahwa dunia hukum adalah dunia yang paling dinamis. Di dalamnya selalu saja ada perdebatan hangat. Dunia hukum bahkan menjadi semakin ramai karena dikenal pameo yang menyatakan jika dua sarjana hukum bertemu, akan timbul tiga pendapat. Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku berat memberikan nasihat sebab advokat tetap pecah. (Sumber : Kompas Cetak, Rabu 19 Mei 2010). Dalam kaitan itu, sebelumnya, Honorary Chairman KAI, Adnan Buyung Nasution pada saat pelantikan Sabtu (29/5) menyatakan Pasal 4 UU Advokat bukan pasal yang bersifat konstitutif. “Bukan berarti tidak sah kalau tidak disumpah oleh Pengadilan Tinggi,” kata advokat senior yang ikut terlibat menyusun UU Advokat ini. (sumber : hukumonline, Senin, 31 May 2010). Demikian juga, Todung Mulya Lubis pernah mengemukakan, bahwa Sumpah advokat oleh ketua Pengadilan Tinggi dinilai bukanlah elemen konstitutif (ketentuan hukum) melainkan hanya bersifat seremonial. “Kita adalah organisasi advokat yang sifatnya mandiri,” kata salah seorang Advokat dari KAI (Kongres Advokat Indonesia) Todung Mulya Lubis, di Jakarta , Sabtu (16/5). Todung menilai, Mahkamah Agung tidak berhak mencampuri urusan penyumpahan advokat. “SK MA yang diedarkan itu salah,” kata dia. Menurut Todung, MA tidak seharusnya mengorbankan kepentingan pencari keadilan yang sudah mempasrahkan kepada advokat. “Kami himbau agar MA bisa memahami,” kata dia. (Sumber : http://www.lbhaceh.org/Berita-Terkini/todung-ma-tak-berhak-campuri-urusan-sumpah-advokat.html). Jika mereka berdua saja di Indonesia yang dijuluki Advokat Lokomotif Demokrasi dan Bapak Advokat Indonesia tidak lagi bisa didengar pikiran dan logika hukumnya, kepada siapa lagi kita harus bertanya mengenai itu, bukan tanpa ada alasan disamping itu mereka berdua tidak hanya sebagai praktis hukum an sich namun juga mereka berdua dosen serta ahli hukum. Pasal ini barangkali bisa dikatakan pasal kontroversial banyak menyita energi pikiran bertahun-tahun, dan lengkapnya pasal tersebut mengenai ketentuan pengambilan sumpah yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) ini berbunyi, “Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.” Terlebih, berdasarkan UU Advokat dan Putusan MK Nomor 101, seharusnya tidak ada diskriminasi penyumpahan antara advokat dari KAI maupun dari Peradi. Artinya, Ketua PT harus menyumpah semua advokat, baik dari KAI atau pun Peradi. “Ketua PT Wajib menyumpah. Kalau tidak mau menyumpah, secara yuridis formal mereka melanggar hukum,”. SEBAB Putusan MK, merupakan putusan final. Putusan ini merupakan undang-undang yang kedudukannya lebih tinggi dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 089 yang memuat tentang wadah tunggal advokat. “Di berbagai daerah, sudah banyak mengajukan penyumpahan advokat ke PT. Tapi sampai sekarang, ajukan itu tidak pernah digubris……LUAR BIASA!!! Mahkamah Agung (MA) Dan PT (Pengadilan Tinggi) Seharusnya Belajar Dari Pengalaman Dan Lebih Bijaksana Kerusuhan advokat kembali lagi, dan sebagaimana diketahui sebelumnya juga pernah terjadi hal itu. Sebagaimana diketahui sebelumnya dan sudah dilansir oleh beberapa media, seperti hal situs http://www.indosiar.com, Ratusan advokat dari berbagai daerah yang tergabung dalam Kongres Advokat Indonesia, Rabu (14/07) ini menggelar unjuk rasa di depan kantor Mahkamah Agung. Mereka memprotes surat keputusan Mahkamah Agung tentang pembentukan forum antara Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan KAI, yang ditafsirkan hanya Peradi yang diakui MA sebagai wadah advokat yang sah. Mengenakan jubah toga, para pengunjuk rasa melakukan longmarch dari depan gedung Mahkamah Konstitusi menuju kantor Mahkamah Agung, sambil menyerukan agar MA mencabut surat keputusan NO 809, yang dinilai telah mengintervensi hak-hak advokat yang tergabung dalam KAI. Keputusan tersebut juga bertentangan dengan surat keputusan MK nomor 101, tertanggal 1 Desember 2009, mengenai pembentukan forum bersama antara Peradi dan KAI. Demikian juga sebagaimana dilansir dari situs nasional.vivanews.com, Aksi sejumlah pengacara yang tergabung dalam Kongres Advokat Indonesia (KAI) berakhir dengan sedikit aksi vandalisme. Foto Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa dan pot bunga di gedung MA menjadi sasarannya. Kejadian ini diawali aksi para “penegak hukum” ini untuk meminta Ketua MA menjelaskan soal surat edaran organisasi advokat yang diakui hanya Persatuan Advokat Indonesia (Peradi). Puluhan pengacara ini pun berhasil mendobrak pagar gedung dan langsung masuk ke plaza gedung di Jalan Medan Merdeka Utara ini. Namun sampai siang, Rabu 14 Juli 2010, mereka tak kunjung dihampiri pejabat-pejabat MA. Sebagian di antara mereka kemudian merangsek menaiki tangga menuju lantai dua. Sekarang! Hal itu terulang kembali, Acara pelantikan calon pengacara Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Hotel Gran Melia ricuh pasca kedatangan para calon advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI), yang juga meminta untuk dilantik oleh pejabat pengadilan tinggi. Kedua kubu pun terlibat adu dorong. Aksi rebutan mikrofon antara anggota Peradi dan KAI pun lantas terjadi. Pengambilan sumpah advokat oleh Pengadilan Tinggi kepada anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) membuat para anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) naik pitam dan memboikot acara. Menurut Ketua KAI Indra Sahnun Lubis sejak diterbitkannya Surat Mahkamah Agung RI No. 089/KMA/VI/2010 menyebabkan anggota KAI merasa terdzalimi Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa. “Kenapa hanya Peradi saja yang diangkat dan KAI tidak. Sehingga advokat yang tidak disumpah tidak bisa beracara,” kata Presiden KAI Indra Sahnun Lubis di Ballroom Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu (22/9). Ia menambahkan, sudah seharusnya KAI sebagai sebuah organisasi advodat juga dilantik. Karena advokat tidak digaji pemerintah dan advokat membela rakyat. Di Jawa Tengah, bahkan rencana pengambilan sumpah advokat Persatuan Advokat Indonesia (Peradi), membuat geram Kongres Advokat Indonesia (KAI). Mereka merasa didiskriminasi oleh Pengadilan Tinggi (PT) lantaran permintaan serupa yang diajukan sebelumnya tak dikabulkan. Ketua DPD KAI Jateng, John Richard Latuihamallo SH MH mengatakan, selama ini segala permintaan KAI kepada PT selalu ditolak, terutama dalam hal penyumpahan. (sumber : http://www.wawasandigital.com, 22 September 2010). Sementara, Pelaksana Tugas Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Eggi Sudjana menganggap tindakan tidak melantik anggota KAI sebagai penghinaan. “Saya sebagai pengurus KAI menyampaikan protes, karena itu adalah penghinaan luar biasa terhadap KAI. Anggota KAI juga punya hak,” ujar Eggi kepada INILAH.COM, saat ditemui di kantornya, Menara Rajawali, Kompleks Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (22/9). Dalam kesempatan itu Eggi juga mempertanyakan peringatan Peradi di sebuah koran nasional (Kompas) hari ini. “Buat apa anggota KAI harus disyaratkan untuk menjadi anggota Peradi tapi pakai ujian, ujian khusus lagi. Kan ini gila!” Tegas Eggi. Eggi juga mengeluhkan kondisi seperti itu sebagai kondisi yang mendiskriminasi anggota KAI yang tidak bisa disumpah. “Ini membuat kondisi yang diskriminatif. Potensi konmflik yang besar. Ditambah Mahkamah Agung yang berpihak kepada Peradi,” sesalnya.

http://politikana.com/baca/2010/09/23/menyoal-sumpah-advokat-seharusnya-bukanlah-elemen-konstitutif-ketentuan-hukum-melainkan-hanya-bersifat-seremonial.html

Tinggalkan komentar